Wednesday, August 13, 2014

Berawal Dari Coca-Cola | GALAUPOKER AGEN JUDI POKER DAN DOMINO ONLINE TERPERCAYA DI INDONESIA

POKER AMAN DAN TERPERCAYA

Cerita Sex Dewasa - Seorang gadis berseragam putih biru bersenandung menghampiri pintu garasi rumahnya. Nabila namanya; cantik, putih, rapi, bersih, dan wangi. Remaja putri yang berbadan proporsional – layaknya cewek ABG seusianya – terlihat tak peduli dengan sinar matahari yang cukup terik. Hari ini memang bukan hari yang istimewa bagi siswi yang sedang menjalani smester terakhir di sekolah menengah pertama ini namun tampak sekali dia bersemangat untuk segera pulang ke rumahnya. 

Nabila melemparkan tas punggung sekolahnya di sofa begitu remaja cantik itu memasuki rumahnya. 

"Maaaah? Paaaah?" Teriak Nabila sambil melepas sepatu Converse hitam dan kaos kaki putih sekolahnya. Sebetulnya Nabila tahu jika di waktu seperti ini ayah dan ibunya belum pulang namun dia sepertinya hanya sekedar memastikan itu. Tak mendengar jawaban, Nabila berlalu ke ruang makan dan membuka pintu kulkas. Dia mengintip beberapa minuman kaleng di rak lemari esnya itu, lalu tersenyum pada salah satunya. Sudah seminggu ini Nabila kecanduan Coca-Cola kaleng dingin dari kulkasnya.

---

"Sudah seminggu ini tersebar kabar yang cukup heboh.
"Namun kali ini bukan tentang Marshanda.
"Kabar ini datang dari Raffi Ahmad dan Nagita Slavina.
"Pemirsa, simak penelusuran …"

Sayup-sayup terdengar suara Indah Kirana di layar TV. Nabila yang baru saja menyalakan televisinya itu beranjak ke samping rak TV, menyalakan kipas angin, mengaturnya pada putaran maksimal, dan mengalihkan arahnya ke sofa.

Klik! Juzzzzzz!!!

Terdengar suara kaleng berisi air soda yang dibuka. Nabila menghempaskan diri ke sofa beige yang cukup lega sembari menyeruput minuman rasa karamel yang baru dibukanya itu. 

Sudah beberapa hari terakhir Nabila punya rutinitas seperti ini; membawa dua kaleng softdrink sambil menonton televisi dengan kipas angin yang menyala. Memang tidak ada yang aneh dengan hal itu, kecuali ketika gadis cantik itu mulai menyimpan softdrink yang sedang diminumnya di pojokan sofa dan menaikkan kedua kakinya ke meja.

Setelah menoleh ke kiri dan ke kanan, gadis belia yang masih mengenakan rok biru sekolah itu membuka kedua kakinya lebar-lebar, sehingga tiupan angin dari kipas sesekali berhembus ke antara kedua kakinya. Nabila terpejam menikmati desir angin yang menyelinap ke dalam roknya. Gerah dan pengap menguap lenyap terganti sejuk pada selangkangan dan pahanya. Nabila melonggarkan ikat pinggangnya dan kemudian menarik keluar ujung kemeja yang terselip di perutnya. Diam-diam Nabila menyelipkan tangannya ke dalam rok dari perutnya. Tangan mungil itu menyusup ke celana dalam putihnya yang rapat dan ketat. Sesekali tangannya terangkat, menarik celana dalamnya ke atas, memberi celah antara permukaan kulit kemaluan dan celana dalamnya, hingga angin dari kipas menyelinap meniup-niup kemaluannya yang lembab.

Nabila terlihat menikmati sensasi kesejukan di setiap permukaan kemaluannya di dalam sana. Perlahan dia menyingkap ke samping celana dalam yang menutupi bibir kemaluannya; bibir yang hanya ditumbuhi rambut-rambut tipis yang baru saja tumbuh. Jari tengah dan jari manisnya menyisip pada bibir yang di dalamnya masih lembab itu. Nabila membuka bibir mungil yang memerah itu hingga angin turut serta menguapkan lembabnya dinding-dinding celah pukas kemaluannya. Tak berlama-lama bermain dengan bagian itu, sampai jari tengahnya beringsut menyusuri permukaan bibir luarnya. Nabila memejamkan matanya, menikmati sentuhan jemarinya itu. Penelusurannya tiba pada benda sekecil biji kedelai yang bersembunyi di atas himpitan bibir kemaluannya. Sedikit demi-sedikit Nabila menekan dan menggeser-geser benda tegang itu ke kiri dan ke kanan, ke atas dan ke bawah. Nabila terpejam-pejam menikmati stimulasi pada klitoris kecilnya itu. 

Sepuluh menit berlalu, Nabila masih terpejam, memutar-mutar jari tengahnya pada ujung klitorisnya, merasakan kenikmatan yang menjalar hingga ke kelenjar di dalam tulang kemaluannya. Nabila membuka matanya, menatap nafsu Coca-Cola kaleng utuh yang masih dingin di meja sofa. Tangannya terjulur meraih softdrink itu. Lalu dengan susah payah, Nabila berusaha menarik celana dalamnya yang ketat, meloloskannya keluar dari paha dan rok birunya, dan menjatuhkannya di lantai.

"Aahhhhhh!" Rintihnya pelan ketika Coca-Cola yang dingin yang baru diambilnya itu disentuhkannya pada permukaan kelaminnya yang tak berpelindung. Permukaan bibir kelamin Nabila yang sempat mengering itu menjadi basah terjamah permukaan kaleng yang dingin mengembun. Nabila membiarkan dinginnya kaleng menyerbu bibir kemaluannya yang hangat.

Merasa kurang, remaja putri yang sedang puber itu tampak berusaha lebih keras lagi. Dia menyingkap rok SMP birunya dan membuka pahanya lebih lebar lagi. Selangkangannya membuka, bibir kemaluannya merekah, kulit tipisnya merentang, dan biji klitorisnya yang imut mencuat tegang. Untuk beberapa saat, dia membiarkan angin dingin yang melintas menyapu geli organ reproduksinya itu.

"Uuhhhhhh!" Rintihnya lagi. Biji klitoris itu seolah marah nikmat dikejutkan oleh dinginnya kaleng Coca-Cola yang menyentuhnya. Dinginnya suhu permukaan kaleng mengerikit, menggigit-gigit, dan merajam kelentit padinya yang tegang. Sensasi dingin dan hangat yang bertabrakan mengurai kenikmatan pada klitorisnya, meretak hingga puncak kepalanya. Disentuh, diusap, dan ditekan-tekannya kaleng dingin itu pada bagian klitoris dan bibir kemaluannya. Sesekali angin dari kipas yang melintas turut serta menambah ramai sensasi kenikmatannya. Hal seru dan sekaligus nikmat ini menjadi favoritnya beberapa hari terakhir ini.

Remaja putri yang baru berusia 14 tahun itu memang sedang asik-asiknya mengeksplorasi tubuhnya. Beberapa hari sebelumnya Nabila tak sengaja mendapatkan sensasi seksi dan nikmat saat kedua pahanya mengapit softdrink dingin. Nabila baru tahu jika benda dingin dan licin tidak kalah nikmatnya dengan benda hangat dan lembut untuk masturbasi. Berbanding terbalik dengan hukum 'kenikmatan' yang berlaku dengan cowok – yang katanya jika kemaluannya terekspos temperatur yang dingin maka gairahnya justru akan menurun.

"Sruuuup!" Nabila menyesap air berkarbonasi yang diambilnya dari pojok sofa. Dingin dan serunya soda menambah rileks dingin yang menggigit-gigit nikmat organ intimnya. 

Bibir kemaluan Nabila yang memerah itu terlihat kian basah dari permukaan kaleng. Tetesan air yang merembes ke bawah kemaluannya bersatu dengan cairan cintanya dari dalam lubang kemaluannya yang masih kincup terkatup rapat. Kenikmatan yang sudah terlanjur membludak dan hasrat yang sudah terlanjur tinggi membuat Nabila kian konsentrasi merasakan nikmatnya gigitan nakal kaleng itu. Seperti minuman soda yang dingin, kenikmatan yang dirasakan Nabila bak karbon dioksida yang larut dalam air, gelembung-gelembung kenikmatan deras bermunculan dari organ intimnya, meletup-letup, memercik-mercik, menjadi lelatu kenikmatan yang mengisi kemaluannya dengan rasa nikmat yang berkumpul, bertumpuk, tertahan, dan padat. Hingga kenikmatan itu akhirnya menghampiri puncaknya. Dan,

Kriiiiiing! Kriiiiiing! Kriiiiiing!

Nabila membuka mata, tersadar oleh dering telepon rumah yang berbunyi nyaring di samping sofa. 

"Huh!" Nabila mendengus kesal, kenikmatan menjelang ending orgasmenya itu lenyap begitu saja ditelan kebisingan dering telepon.

"Y-ya, ha-a-lo?" Tanya Nabila dengan serak di depan mulut telfon itu. "Ehem!" Dia mencoba membetulkan pita suaranya yang terlanjur dipadati kenikmatan itu. 

"Halo. Ini siapa? Bila, ya? Mamamu ada?" Tanya suara khas telepon yang cempreng di ujung kabel.

"Iya, ini Bila. Mama belum pulang. Ini Bi Nira?" Tanya Nabila, masih bisa menebak sang sumber suara.

"Iya, Bil. Oh, gitu. Ini, Bibi sekarang lagi di depan rumah kamu, mau nitip dulu Agung sebentar. Bibi mau pergi dulu ke kantor. Bisa nggak?" Tanya Nira, bibinya Nabila.

Segera setelah Nabila jawab, dia pergi ke depan rumah sambil membetulkan kemeja dan roknya yang kusut. Nabila membuka garasi rumah, dia mencoba menjernihkan kepalanya dan berusaha tersenyum. Agung, anak bibinya yang berusia 8 tahun itu berlari ke arah Nabila dari pintu belakang mobilnya dengan ceria. 

"Hai, teteh!" Agung yang masih berseragam putih merah itu menyapa akrab kakak sepupunya.

Agung memang cukup akrab dengan Nabila. Anak kedua bibinya Nabila ini memang cukup sering dititip di rumah Nabila. Terpaut 6 tahun, Nabila sendiri sudah menganggap Agung seperti adiknya sendiri.

"Main Wii lagi, Gung?" Tanya Nabila mencoba bersikap baik.

"Enggak ah. Agung bawa mainan kertas dari sekolah." Jawab Agung singkat sambil melepas sepatunya dan memasuki rumah beriringan dengan Nabila.

"Bagus!" Ucap Nabila dalam hati, itu artinya Agung akan bermain sendirian di teras belakang rumahnya. Nabila tersenyum kegirangan, ternyata dia masih punya kesempatan untuk menyelesaikan 'Coca-cola-nya yang tertunda'.

"Ini cangcut siapa?" Tanya Agung, menemukan celana dalam putih yang tergeletak di lantai dekat sofa.

"Heeeeei!!" Teriak Nabila sambil merampas celana dalamnya yang dipegang Agung.

"Eh, eh! Ambil yang baru!" Hardik Nabila kemudian ketika Agung nyaris saja mengambil Coca-Cola utuh yang tergolek di sofa. "Pengacau!" Umpatnya dalam hati sambil mengambil dan mengamankan 'softdrink masturbasi'nya itu.

"Ih teteh pelit." Kata Agung sambil mencibir ke arah Nabila.

"Tuh di kulkas masih banyak." Jawab Nabila sambil duduk kembali di sofa. Nabila menanti Agung untuk segera pergi bermain ke belakang rumahnya.

Agung menyimpan tasnya di samping pintu kamar mandi dan masuk ke kamar mandi di pojok ruang keluarga itu. Nabila mencoba menunggunya dengan menonton kembali televisi yang sedari tadi menyala tanpa ditontonya itu.

---

"Gung?" Tanya Nabila ke arah kamar mandi, sudah lebih dari 15 menit tapi sepupunya itu belum kembali menampakkan batang hidungnya.

"Ya?" Agung menyahut dari dalam.

"Oh. Enggak!" Jawab Nabila, kembali menonton TV setelah sahutannya dijawab.

10 menit kemudian bocah SD itu masih juga belum keluar dari kamar mandi. Karena penasaran, Nabila akhirnya memutuskan untuk mengecek ke kamar mandi.

"Lama ih kamu." Kata Nabila dengan nada yang tak sabar.
"Loh kamu kenapa?" Nabila segera menghampiri Agung ketika melihat Agung terduduk di lantai kamar mandi. Raut wajah sepupunya itu terlihat meringis kesakitan.

"Kejepit." Jawab Agung singkat, kedua tangannya berusaha menutup ritsleting celana merahnya.

"Ooh, sini teteh bantuin." Kata Nabil menghampiri Agung, berpikir jika ritsleting Agung kemungkinan macet.

"Ihh, jangan, jangan." Sanggah Agung sambil menghindarkan bagian depan celananya ketika Nabila jongkok di hadapannya. 

Nabila melihat dengan seksama, ternyata dugaannya salah. 

"Yah, kok bisa kejepit gitu?" Tanya Nabila terheran-heran melihat penis Agung terjepit di antara ritsletingnya, setengah batang kemaluan agung menjulur lemah ke luar. 

Agung mencoba menutupi kemaluan mungilnya saat Nabila mencoba membantu melepaskannya. 

"Iih, kamu kenapa? Malu, ya?" Tanya Nabila. Agung hanya tersenyum tersipu. "Udah, diem, gera." Kata Nabila sedikit memaksanya. Agung pun akhirnya mengikhlaskan ritsleting dan penis kecilnya diambil alih Nabila.

Bagian leher bawah penis Agung terjepit cukup parah sehingga setiap kali Nabila mencoba menurunkan ritsletingnya, Agung meringis kesakitan. Dalam hati, Nabila tertawa, merasa beruntung tidak memiliki benda seperti ini. "Pasti rasanya sakit kalau terjepit seperti ini." Ujarnya pada dirinya sendiri.

Nabila terlihat berpikir keras, mencari cara untuk melepasnya. Dia ingat ketika cincin mainannya tersangkut di jari manisnya, hal yang ibunya lakukan waktu itu adalah menyuruhnya membasahi jarinya dengan air ludahnya – mungkin seharusnya bukan air ludah tapi air sabun. Tanpa Nabila pikir panjang, dia membasahi telunjuknya dengan air liurnya, lalu mengusapkannya pada bagian penis Agung yg terjepit. Awalnya tak sedikit pun Nabila tertarik pada organ intim anak ingusan itu, Agung terlalu bocah dan terlanjur dia anggap sebagai adiknya sendiri. Namun kenyal, renjul, dan hangatnya sosis lesu itu membuat gundah syahwatnya. Ini memang pertama kalinya Nabila menyentuh secara langsung penis laki-laki, namun dia tak pernah membayangkan jika penis sekecil ini yang pertama kali dipegangnya. Sementara itu, wajah Agung yang terlihat kesakitan perlahan-lahan berubah melayu.

"Eh loh, kok jadi tambah gede, Gung?" Nabila terkejut melihat penis Agung sedikit demi-sedikit menggembung, membesar. Nabila menatap mata Agung namun adik sepupunya itu justru sedang termenung melihat sesuatu. Seperti tersadar, Nabila melihat ke arah bawah. Benar saja dugaannya. Nabila tak sadar jika dia sedang berjongkok persis di hadapan Agung, namun bukan soal Agung melihat ke arah selangkangannya akan tetapi soal dia belum sempat mengenakan celana dalamnya! 

"Oh em jiiii!" Jerit Nabila dalam hati. Tanpa bereaksi berlebihan, Nabila menurunkan kedua lututnya ke lantai, menghindari intipan Agung pada organ kewanitaannya. Nabila mulai bertanya-tanya, akankah seseorang seusia Agung tertarik pada hal seperti ini?

Nabila yang jemarinya masih mengurut penis Agung itu pikirannya mulai kacau. Penis mungil misannya yang tadi dirasanya hanya penis bocah ingusan seolah mejelma menjadi penis yang menantang birahinya. 

Pikiran Nabila menerawang, teringat cerita bagaimana seorang perempuan dewasa mem-blowjob penis laki-laki.

"Susah ya, Gung?" Tanya Nabila bermodus. 
"Emm. Coba Teteh basahin lagi, ya?" Tanya Nabila lagi, pikiran kotor terlanjur menguasai isi kepalanya.

Nabila menjulurkan lidahnya, menyapukannya pada kemaluan Agung. Permukaan kemaluan Agung terasa hangat di lidahnya, hasrat seksual kembali menggelora dalam tubuh Nabila. Kepenasaran dan kepolosannya hanya membuat keberanian Nabila kian bertambah.

"Sshh." Agung terdengar menghela nafasnya saat Nabila menghisap kemaluan kecilnya, ada rasa nikmat yang baru dirasakan Agung. Di usia semuda ini, Agung memang sudah pernah melakukan masturbasi namun Agung belum mengerti kaitan masturbasi dengan hubungan seks secara umum. Pantat Agung refleks maju-mundur beberapa kali. Batang kemaluannya terasa tersedot-sedot dan tertarik-tarik, sementara hangat dan basahnya mulut Nabila menambah rasa nikmat yang tak pernah didapatkan sebelumnya.

Nabil tak berhenti menghisap dan menjilat-jilati setengah kemaluan Agung yang menjulur dari ritsletingnya. Perlahan-lahan, penis yang hanya seukuran kelingkingnya itu terasa membengkak dalam mulutnya, kemudian mengeras dan membesar. Agung sepertinya mulai tak bisa menahan kenikmatan itu. Melihat jemari tangan Agung melengkung meremas lantai kamar mandi, Nabila dengan sendirinya mempercepat hisapannya. 

Tiba-tiba saja penis tegang itu terlepas dari jepitan ritsletingnya. Namun bukannya berhenti, Nabila malah makin terlihat buas dan bernafsu. Batang kemaluan Agung yang sudah seukuran spidol whiteboard itu malah dihisapnya dalam-dalam hingga ke pangkalnya. Agung tak kuat menahan kenikmatan yang menyelubungi batang kelaminnya.

"Uhhh!" Keluh Agung singkat, pahanya terlipat menghindari hisapan Nabila. Nabila menatap Agung yang seperti sedang mengejang menikmati orgasmenya. Nabila terlihat keheranan karena tak setetes pun cairan keluar dari kemaluan Agung, tak seperti cerita onani teman-teman cowoknya yang katanya bersimbah air ejakulasi ketika orgasme.

"Agung, enak?" Tanya Nabila berbisik.

Agung hanya tersenyum tersipu ditanya demikian. 

"Agung jangan ceritain ke siapa-siapa, ya?" Pinta Nabila. "Jangan bilang sama Mamah Agung, Ayah, Kakak, sama Uwa Dodi, Uwa Tini juga." Pinta Nabila lagi. "Kalo Agung cerita, Agung gak boleh main lagi sama teh Bila dan gak boleh main lagi ke rumah ini." Ancamnya.

"Enggak, Agung gak bakal cerita." Jawab Agung polos.

---

"Eh, Agung." Panggil Nabila, satu jam setelah kejadian di kamar mandi itu.
"Agung mau yang lebih enak dari yang tadi, gak?" Ujarnya. Selama setelah kejadian tadi, Nabila bukannya melupakan kejadian itu, namun makin lama, otaknya makin kian kotor. Ada hasrat yang tertunda sejak hubungan mesranya dengan kaleng Coca-Cola.

Agung yang sedang menyusun kertas di halaman belakang rumah Nabila dengan polos mengangguk. Kenikmatan yang tadi diperolehnya membuatnya ketagihan.

"Kita ke kamar, yuk?" Ajak Nabila, walau pun dengan sedikit ragu-ragu.

"Bener janji gak bakalan bilang siapa-siapa?" Tanya Nabila memastikan, setibanya keduanya di kamar Nabila.

"Janji." Jawab Agung acuh tak-acuh layaknya anak kecil.

Nabila pun menyuruh Agung untuk merebahkan diri setelah sebelumnya meminta Agung untuk melepas celana seragam merahnya dan celana dalamnya. Nabila meraba-raba alat kelamin Agung yang terkulai lemas. Dilihatnya baik-baik, dibolak-baliknya, ditarik-tariknya, dan dilipat-lipatnya batang kemaluan Agung. Dibelai, diraba, dipijatnya kantung zakar kecil yang berisi dua testis mungil Agung. Kepenasaran yang sangat polos bagi seorang Nabila yang baru kali ini mendapatkan kesempatan menjelajahi kemaluan seorang laki-laki, kemaluan yang tak ditumbuhi satu pun rambut kelamin.

"Sekarang tutup dulu matanya, ya?" Pinta Nabila sambil membawakan baju lengan panjangnya.
"Udaaah, gak bakalan sakit kok. Enak. Lebih enak dari tadi." Ujar Nabila, melihat misannya itu kebingungan ketika Nabila mengikat kepalanya dengan pakaiannya.
"Agung gak boleh gerak dan gak boleh liat." Perintah Nabila setelah memastikan kedua mata Agung tertutup rapat.

Agung menurut dan diam saja.

Dengan jantung yang berdebar-debar, antara takut dan penasaran, Nabila pun bangkit ke atas tempat tidurnya. Nabila melangkahkan kakinya seolah akan menindih Agung dari atas. Nabila mengusap-usap kemaluan Agung, instingnya mensyaratkan kemaluan Agung harus tegak dan keras. Dengan tangannya yang lain, Nabila melipat roknya ke atas. Organ intimnya yang sudah tak terlapisi pelindung sejak masturbasi dengan Coca-Cola itu terlihat mekar, merekah, membuka.

Setelah memastikan sepupunya tidak bisa melihatnya, Nabila membasahi kemaluannya dengan air liurnya, setidaknya itu yang biasa dia lakukan ketika hendak memasukan jarinya pada liang kewanitaannya. Walau pun dipenuhi oleh perasaan ragu dan was-was, Nabila tetap mengarahkan dan menyentuhkan kemaluan Agung pada bibir kemaluannya yang mungil dan kincup. Karena batang kemaluan Agung itu hanya seukuran jari tengahnya, maka dengan sekali tekan penis mini itu akhirnya melesak masuk ke dalam rongga Vagina Nabila yang sempit.

Nabila memejamkan matanya kuat-kuat, rasa penuh pada lubang vaginanya itu ternyata lebih nikmat dibandingkan dengan jarinya sendiri. Permukaan yang panas, tekstur yang merenjul, dan batang yang keras itu memijat-mijat dinding vaginanya yang tetap refleks mengapit benda di dalamnya. Perasaan berdosa, khawatir, dan ragu sirna seiring datangnya kenikmatan yang mulai menggerogoti setiap dinding di rongga vaginanya. Nabila bertumpu pada kedua tangannya ke depan dan menggoyang-goyangkan pantatnya.

Apa yang dirasakan Agung sendiri tak berbeda jauh, panas yang menyelimuti batang kemaluannya itu dirasakannya sangat nikmat, terlebih permukaan vagina Nabila yang sangat lembut dan basah, ditambah sempitnya ruang di dalam sana. Geli, gatal, nikmat bercampur menjadi satu kenikmatan yang luar biasa, jelas berbeda dengan apa yang dia rasakan tadi di kamar mandi. Agung mengikuti refleksnya menggoyang-goyangkan pantatnya. Laki-laki kecil yang sudah setengah telanjang itu mengikuti instingnya kelelakiannya, menusuk-nusuk rongga sempit milik kakak sepupunya.

Matahari terlampau tinggi untuk mengintip dua bersepupu yang sedang bereksperimen berhubungan intim itu. Siang yang lengang di sekitar rumah Nabila menyisakan sepi, terkecuali kicauan burung gereja dan dengung kendaraan di jalan raya dari kejauhan, tak terkecuali suara televisi dari ruang keluarga rumah itu. Dua insan polos yang belum dewasa itu saling meresapi dan menikmati organ intim satu sama-lain dengan nyaman dan tenang. Nabila yang sedang bergoyang-goyang menduduki perut sepupunya itu tampak terpejam-pejam nikmat, rambut sebahunya terurai hingga menyentuh-nyentuh wajah Agung, kemeja putihnya yang beremblem OSIS berwarna kuning itu kusut tak beraturan, rok birunya terlipat menutupi sebagian pahanya dan perut Agung. Sementara Agung yang polos hanya diam dengan mata yang tertutupi itu, dia tak begitu menyadari apa yang sebetulnya sedang terjadi tapi kenikmatan yang dia rasakan mencegahnya untuk mencari tahu.

"Mmhh!!" Mendadak Agung melenguh tertahan, tubuhnya terlihat mengejang, pantatnya mengkerut, perutnya naik memperdalam desakannya dalam himpitan lubang vagina Nabila. 

Tak sadar dengan orgasme Agung, Nabila tetap memaju-mundurkan pantatnya. Namun rupanya tidak membutuhkan waktu yang cukup lama bagi bocah yang baru pertama kali merasakan nikmatnya rongga intim wanita ini untuk mengembalikan ketegangan penisnya. 

Nabila masih terlihat asik dengan gesekan dan pijatan kemaluan Agung. Dia terlihat berusaha mencari-cari celah kenikmatan yang biasa dia peroleh dengan jarinya sendiri. Nabila berusaha pencari posisi agar penis Agung bisa menggesek lubang bagian depan kemaluannya. Nabila pun menarik tubuhnya ke belakang, menggeser tumpuannya ke belakang tubuhnya.

Benar saja, kenikmatan yang dicarinya itu akhirnya ditemukannya juga. Kepala Penis Agung menyentuh-nyentuh, menyundul-nyundul, menusuk-nusuk dinding atas vaginanya yang menebal. Nabila menengadahkan kepalanya menahan nikmat, matanya terpejam, kenikmatan itu membuatnya terbang melayang-layang. Bak burung yang ingin terbang lebih tinggi, pantatnya tak berhenti bergerak, roknya mengepak-ngepak seperti sayap, goyangannya terlihat lebih fokus dan intens. Tusukan penis Agung begitu tepat pada titik bagian belakang saluran kencingnya, persis pada bagian sensitif miliknya. Bibir kemaluan mungilnya sudah begitu merekah, kulitnya memerah, permukaannya sangat basah. Nabila meremas mesra sprei kasurnya, melambatkan goyangannya, mengencangkan kuncian vaginanya, dan memperdalam hisapannya. Kenikmatan itu kemudian tak lagi membuatnya terbang namun seolah melesat jauh terlempar melintasi warna-warni pelangi kenikmatan dan,

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh!" Serta-merta Nabila mengejang, pahanya mengapit pinggang Agung kuat-kuat, tangannya beralih meremas kedua payudaranya yang masih terbungkus kemeja putihnya kuat-kuat. Nabila melenguh berkali-kali saat mendapati dirinya mendarat di awan nikmat yang lembut dan menyenangkan. Orgasme terindah dan ternikmat yang pernah didapatkannya, orgasme dari hubungan alat kelamin pertamanya.

"Hahhhh. Hahh." Nabila tampak terengah-engah dengan keringat yang menetes dari dahinya. Dia mengangkat tubuhnya dan menghempaskan tubuhnya ke samping Agung. Segera, Nabila melepas ikatan pakaian yang melilit kepala Agung.

"Janji gak bakal bilang?" Tanya Nabila sambil menghela nafasnya. Nabila membetulkan rok dan rambutnya yang acak-acakan dan kemudian menjulurkan kelingkingnya ke wajah Agung.

"Iya, janji." Jawab Agung sambil menyambut kelingking Nabila dengan kelingkingnya sambil tersenyum senang.

Nabila membalas senyuman Agung dengan sesimpul senyuman yang memperlihatkan kepuasan dan kesenangan.
"Makasih." Ujar Nabila sambil mengecup lembut pipi Agung.

Related Posts:

1 comment: